(Dicari FREE WRITER, info selengkapnya, klik PENGUMUMAN.)

2012/08/02

KERAKUSAN $OEHARTO DAN KELUARGANYA (II)

Pertanggungjawabkan kekayaan 77 yayasan yang sudah ada

Oleh George J. Aditjondro

Kebetulan, Edwin Kawilarang sendiri adalah orang Bimantara juga, karena dia adalah kepala divisi Real Estate Bimantara yang mengkhususkan diri dalam pembangunan apartemen-apartemen mahal (Warta Ekonomi, 22 Juni 1992: 22; Sinar , 20 Jan. 1996: 45-47; Swa, Jan. 1994: 101-109).
Sementara Akbar Tanjung pun bukan "orang luar" dari sudut bisnis keluarga Cendana. Perusahaan keluarga Tanjung, PT Marison Nusantara Agencies, berkongsi dengan kelompok Salim dalam pabrik susu PT Indomilk serta industri kimia PT Henkel Indonesia dan PT Zeta Aneka Kimia (Soetriyono, 1988: 39-40; profil-profil perusahaan keluarga Tanjung).
Yayasan-yayasan yang dikuasai Tommy: -------------------------------------------- Selanjutnya, sub-kelompok ketiga adalah yayasan-yayasan yang dipimpin atau didominasi Tommy, yakni : 
(35) Yayasan Tirasa
(36) Yayasan Bhakti Putra Bangsa
(37) Yayasan IMI (Ikatan Motoris Indonesia) Lampung
(38) Yayasan Otomotif
dan (39) Yayasan Bulog.
Yayasan Bhakti Putra Bangsa dan Yayasan IMI Lampung lebih berhubungan dengan hobi-hobi Tommy yang menghasilkan uang -- golf dan balap mobil. Yayasan Bhakti Putra Bangsa yang diketuai Tommy menyelenggarakan pertandingan golf di Palm Hill Country Club Sentul, dekat Bogor, Jawa Barat, bulan Maret 1995 (iklan Bisnis Maritim, 30 Jan-5 Feb 1995). Dan kita sudah sama-sama tahu, bahwa golf di Indonesia lebih merupakan sarana negosiasi bisnis ketimbang olahraga yang serius.

Yayasan Tirasa, yang diketuai Tommy Suharto, dengan anggota badan pengurusnya Tungky Ariwibowo, Moerdiono, dan Tinton Suprapto, adalah pemegang saham PT Sarana Sirkuitindo Utama, yang pada gilirannya adalah pemilik sirkuit balap mobil Sentul. Jadi Sentul bukan milik Tommy Suharto. Begitu keterangan presdir PT SSU, Tinton Suprapto pada pers, 6 tahun lalu (Surya, 26 Juni 1993). Memang secara Sentul resmi bukan milik Tommy pribadi, tapi de facto, ya. Dasar Sentul-oyo.
Yayasan IMI Lampung, walaupun tidak diketuai Tommy secara langsung, merupakan instrumen untuk memperluas hobi merangkap bisnis balap mobilnya dari Sentul ke Lampung. Tarif ganti rugi tanah rakyat seluas 157 hektar di Lampung ditentukan langsung oleh Tommy selaku investor merangkap pengurus pusat IMI (Bola, Minggu I Des 1992; Kompas, 15 & 27 Juli 1996).
Yayasan Otomotif, tampaknya juga merupakan salah satu alat bisnis Tommy Suharto, sebab ia pernah mencoba meminta proyek apa saja dari PT Telkom atas nama yayasan itu (Siar, 3 Feb 1998).
Yayasan Bulog, dengan sendirinya resminya diketuai oleh siapa yang kebetulan menjabat sebagai Ketua Badan Urusan Logistik (BULOG). Namun sejak dari zaman Achmad Tirtosudiro, kemudian Bustanil Arifin, lalu sekarang Beddu Amang, Suharto selalu menempatkan "orangnya" di posisi Ketua Bulog itu, yakni orang-orang yang dipercayainya untuk sekaligus mengurus PT PP Berdikari, perusahaan yang didirikannya dari harta antek-antek Sukarno yang disitanya. Walaupun perusahaan itu resminya berstatus perusahaan negara, dalam perjalanan waktu PT Berdikari, yang sudah berkembang menjadi konglomerat sendiri, dikuasai oleh tiga yayasan yang diketuai Suharto, Dharmais, Dakab, dan Supersemar, yang juga menguasai saham-saham Bank Duta, bank kelompok ini. Saya akan berbicara lagi tentang hal ini dalam bagian tentang bank-bank kelompok Nusamba yang dikepalai oleh Bob Hasan.
Ketika Bulog dipegang oleh Bustanil Arifin, yang isterinya masih kerabat Nyonya Tien Soeharto, keluarga Arifin membentuk konglomeratnya sendiri, yakni Danitama Group. Konglomerat ini banyak bekerjasama dengan kelompok Salim dan kelompok Bimantara. Sementara anak-anak Bustanil Arifin, juga duduk dalam PT Prima Comexindo, perusahaan counter-trading (barter) Hashim Djojohadikusumo, yang akan saya ulas kegiatannya dalam bagian tentang yayasan-yayasan para besan dan keluarganya.
Beddu Amang, ketua Bulog yang sekarang, juga duduk sebagai komisaris salah satu anak perusahaan Danitama, yakni PT Bormindo Nusantara, sebuah perusahaan kontraktor pengeboran minyak. Makanya, pucuk pimpinan Bulog selalu tumpang-tindih kepentingan bisnisnya dengan bisnis keluarga besar Suharto, baik secara langsung maupun melalui keluarga Arifin (Anon., 1991; CISI, 1991: 58-60; Jakarta Post , 13 Febr. 1994; Warta Ekonomi , 24 Okt. 1994: 16).
Kini, dengan Yayasan Bulog menjadi pemegang 10% saham pusat perbelanjaan PT Goro Yudistira Utama (Warta Ekonomi , 4 April 1994: 29-30; Swa , 28 Maret - 9 April 1997: 58-60; Siar , 4 Febr. 1998), fasilitas dan harta yayasan ini dapat dimanfaatkan pula oleh Tommy Suharto, sebagaimana kakak-kakaknya -- Tutut dan Bambang -- memanfaatkan Yayasan TVRI, sebagaimana Sigit dan kini Tutut memanfaatkan Yayasan Dana Bhakti Kesejahteraan Sosial, pencetak untung dari lotere SDSB.

Seperti diketahui, Bulog adalah salah satu sumber korupsi utama menurut hasil penyelidikan Komisi Empat yang dibentuk Suharto, menanggapi aksi-aksi mahasiswa di awal 1970-an. Namun Achmad Tirtosudiro, Ketua Bulog di masa itu yang bekas pejabat Kostrad dan teman dekat Suharto, tak pernah diajukan ke pengadilan, sebagaimana juga halnya Ibnu Sutowo, walaupun Pertamina juga sudah terbukti merupakan sarang korupsi di tahun 1970-an.
Yayasan-yayasan yang dikuasai Mamiek: --------------------------------------------- Sub-kelompok keempat adalah yayasan-yayasan yang dipimpin atau dikelola Siti Hutami Endang Adiningsih alias Mamiek Suharto, yang terdiri dari : 
(40) yayasan pemilik obyek wisata Taman Buah Mekarsari (TMB) seluas 260 hektar di sepanjang koridor Cibubur-Cianjur
dan (41) Yayasan Bunga Nusantara, yang didukung oleh Nyonya Christine Arifin, isteri bekas Ketua Bulog yang masih kerabat Nyonya Tien Suharto, pengelola Taman Bunga Nusantara (TBN) seluas 35 hektar di Kabupaten Cianjur (Shin, 1989: 268; Tiras, 23 Nov. 1995: 15-16; Swa, 13-27 Maret 1997: 99).

Yayayan-yayasan yang dikuasai Titiek & Prabowo: -------------------------------------------------------- Sub-kelompok kelima adalah yayasan-yayasan yang dipimpin atau didominasi oleh Titiek Prabowo atau suaminya, Letnan Jenderal Prabowo Subianto, yang terdiri dari : 
(42) Yayasan Badan Intelijen ABRI (BIA), yang dikuasai Prabowo bersama teman dekatnya, Mayor Jenderal Jacky Anwar Makarim, yang ikut mengelola sistem perparkiran di Jakarta (Gatra, 4 Feb 1995)
(43) Yayasan Kobame (Korps Baret Merah), pemegang saham PT Kobame
(44) Yayasan Veteran Integrasi Timor Timur
(45) Yayasan Hati, yang dibentuk sejumlah "partisan" (orang-orang Timor Leste dan Timor Barat) yang membantu Kopassus merebut Timor Leste di tahun 1975-1976
(46) Yayasan Kerajinan Indonesia
dan (47) yayasan pencari dana KONI, yang diketuai Titiek Prabowo (Asiaweek, 12 April 1996: 39; The Australian, 10 Oct. 1996)
serta (48) Yayasan Dharma Putera Kostrad, yang secara ex officio sekarang berada di bawah Prabowo sebagai Komandan Kostrad yang baru.
Sedikit catatan tentang yayasan-yayasan yang dikuasai Titiek dan suaminya. Semenjak Prabowo jadi Komandan Kopassus, PT Kobame mendapat kredit sindikat Rp 45 milyar dari BRI dan Bank Pelita (milik kel. Djojohadikusumo) untuk membangun proyek-proyek properti di daerah Cinjantung, serta berusaha mengambilalih 50% saham Hotel Horison (EBRI, 18 Juni 1997; Siar, 10 Des 1997). Tidak jelas siapa ketuanya, tapi jelas berada di bawah pengaruh Prabowo, walaupun menantu Suharto itu sendiri kini sudah naik pangkat (jadi letjen) dan jabatan (jadi Pangkostrad).
Yayasan Veteran Integrasi Timor Timur, resminya dibentuk oleh Gubernur "boneka" Timor Leste, Jose Abilio Osorio-Soares, sekitar bulan September 1994. Namun yayasan itu telah dimanfaatkan untuk promosi bisnis keluarga Suharto di Timor Leste. Hanya dalam tempo 10 menit, Nyonya Siti Hediati Prabowo, alias Titiek Prabowo, berhasil mengumpulkan sumbangan Rp 210 juta bagi yayasan itu. Kesempatannya adalah Lokakarya dan Temu Usaha se-Nusa Tenggara dan Timor Leste, pertengahan September 1994, di Dili. Sumbangan para pengusaha itu menanggapi himbauan Titiek dalam jamuan makan malam di rumah gubernur, konon untuk menghargai perjuangan para keluarga veteran pejuang "integrasi".
Penyumbangnya: Titiek Prabowo sendiri (Rp 50 juta); wakil perusahaan kayu & ikan Djajanti Group, di mana paman Titiek, Sudwikatmono menjadi presiden komisaris (Rp 50 juta); serta wakil-wakil Sucofindo, Texmaco, Modern Group, dan lima perusahaan lain (Jawa Pos, 14 Sept, 1994).
Ternyata, dari semua penyumbang di malam dana itu hanya Titiek dengan kelompok Maharaninya dan Marimutu Sinivasan dengan kelompok Texmaconya yang sudah menanam modal di bumi Loro Sae. Keduanya berkongsi dengan Yayasan Hati membangun pabrik tenunan Timor, PT Dilitex, bernilai US$ 575 juta.
Yayasan Hati, walaupun secara resmi dipimpin Gil Alves, menantu sang gubernur boneka, sesungguhnya merupakan alat bisnis Titiek Prabowo juga. Selain di pabrik tekstil PT Dilitex, puteri kedua Presiden Suharto itu juga partner pabrik garam Yayasan Hati di Manatuto. Kedua pabrik baru itu diresmikan Titiek di Dili, bulan Mei tahun lalu (Aditjondro, 1997a; Lema, 1997; EBRI, 5 Feb 1997: 34).
Yayasan pencari dana KONI, sudah dapat dipastikan tidak cuma akan mencari dana bagi KONI, melainkan juga bagi keluarga Suharto, baik melalui Titiek Prabowo maupun melalui Jenderal Wismoyo Arismunandar. Segera sesudah terpilih sebagai Ketua KONI, akhir Januari 1995, ia memanggil 65 boss konglomerat, termasuk Liem Sioe Liong, Eka Tjipta Widjaja, Ciputra, dan James Riady, untuk "urunan" bagi penyelenggaraan SEA Games. Maklumlah, Wismoyo masih termasuk famili, sebab ia menikah dengan Datiet Siti Hardjanti, adik almarhumah Nyonya Tien Suharto (Sinar , 4 Febr. 1995: 8-9, 25 Nov. 1995: 76; Forum Keadilan, 4 Des 1995: 39-40).
Wismoyo sekarang menjadi presiden komisaris perusahaan penerbangan Mandala Airlines, mewakili Nusamba dan Sigit Harjojudanto (Iklan Info-Bisnis, Nov 1994; Indocommercial, 26 Jan 1995: 2). Karuan saja Bambang "dipercayai" untuk mengetuai konsortium bersama Grup Mulia dan Titiek Prabowo untuk membangun hotel, apartemen dan mall di bekas lapangan tembak Senayan guna memanfaatkan pesta olahraga SEA Games ke-19 di Jakarta, 11-19 Oktober lalu.
Sementara itu, Tutut "dipercayai" untuk mengelola armada taksi SEA Games dengan 15000 mobil Proton Saga yang diimpornya di Malaysia, sedangkan Bambang, juga dengan dalih untuk keperluan SEA Games ke-19, diizinkan mengimpor 615 mobil mewah, tanpa membayar bea masuk.
Lalu, berbulan-bulan sesudah SEA Games selesai pun, konsorsium yang dipimpin Bambang Trihatmodjo dan Bambang masih diizinkan "memajak" uang rakyat lewat stiker SEA Games, tanpa pertanggungjawaban terbuka (Swa, 24 April-7 Mei 1997: 94-96; Kontan , 23 Juni 1997; D & R , 8 Nov. 1997: 98-99; Siar, 7 & 10 Okt 1997). Itulah enaknya punya paman jadi Ketua KONI.

Yayasan Dharma Putera Kostrad: Sedikit catatan tersendiri perlu diberikan tentang Yayasan Kesejahteraan Sosial Dharma Putera Kostrad (YDP Kostrad), yang kini dikuasai oleh Letjen Prabowo Subianto sebagai Pangkostrad baru. Barangkali banyak orang sudah lupa, bahwa yayasan ini merupakan 'kapal keruk duit' pertama bagi Suharto di awal Orde Baru, di masa transisinya dari Pangkostrad menjadi Presiden penuh.
Ketua harian YDP Kostrad mula-mula adalah Brigjen Sofyar, Kepala Staf Kostrad waktu itu, yang juga "terpilih" sebagai Ketua KADIN Indonesia. Sesudah Sofyar meninggal tahun 1973, jabatan itu dialihkan Suharto kepada Jenderal Suryo Wiryohadipuro, salah seorang Aspri Presiden waktu itu.
Walaupun resminya Suryo menjabat sebagai ketua harian YDP Kostrad, pengelolaan bisnis kelompok perusahaan itu berangsur-angsur dipercayakan Suharto pada Sofyan Wanandi. Sofyan adalah tangan kanan Jenderal Sudjono Humardani, yang juga Aspri Presiden Suharto. Maka masuklah Sudjono Humardani, dua orang puteranya, Djoko dan Salim, dan seorang menantunya, Saso Sugiarso, ke dalam perusahaan-perusahaan kelompok itu, yang pada awalnya bekerjasama erat dengan Yayasan Kartika Eka Paksi, pemilik kelompok perusahaan Tri Usaha Bhakti (TRUBA).
Juga isteri dan anak Jenderal Ali Murtopo, Aspri Presiden yang lain, masuk menjadi komisaris sebagian perusahaan Pakarti Yogya. Maklumlah, tangan kanan Ali Murtopo adalah Jusuf Wanandi, abang si Sofyan. Mereka berdua, Sofyan dan Jusuf, adalah agen Operasi Khusus (Opsus), operasi klandestin TNI/AD yang dikomandoi Jenderal Ali Murtopo mula-mula khusus untuk merebut Irian Barat, kemudian untuk mengakhiri konfrontasi dengan Malaysia, kemudian dimobilisasi untuk memenangkan pengangkatan Suharto menjadi Presiden penuh dalam Sidang Umum MPR 1967, lalu terakhir dipakai untuk memantapkan kemenangan Golkar dalam Pemilu 1971 serta melumpuhkan semua partai lain.
Sementara itu, pembagian rezeki bagi keluarga Jenderal Suryo, tidak dilupakan. Seorang menantunya, Adiwarsito Adinegoro, juga turut dalam delapan perusahaan milik Kostrad. Sedangkan seorang anak Jenderal Suryo sendiri, Tony Suryo, dilibatkan dalam kelompok bisnis Astra, dan menjadi tangan kanan Edward Surjadjaja dalam kelompok Summa. Dengan kata lain, pada awalnya Sofyan Wanandi dan banyak pengusaha keturunan Cina lain yang mendukung Suharto, sengaja melibatkan para jenderal dalam inner circle Suharto berikut keluarganya dalam bisnis mereka, supaya rezim ini betul-betul 100% berkiblat pada kepentingan ekonomi mereka.
Di tangan Sofyan Wanandi itulah bisnis kelompok Kostrad -- yang lebih dikenal dengan nama kelompok Pakarti Yogya -- berkembang dengan pesat, dengan dukungan dari kelompok Salim dan konglomerat-konglomerat lain, seperti kelompok Mantrust, Bank Panin, BUN, dan lain-lain......................bersambung (to be continued)
Posted by: Jason alexander 1:15 PM

No comments:

Post a Comment